Biografi Titiek Puspa - Artis
Titiek Puspa ketika kecil saat masih bernama Soemarti, berdua bersama seorang dari 11 saudara kandung lainnya, suka sekali bernyanyi. Mereka sering nembang musik kesenian tradisional Jawa. Ketika duduk di bangku SMP tahun 1954, Titiek, putri pasangan ayah Tugeno Puspowidjojo seorang mantri kesehatan, dan ibu Siti Mariam, mengikuti perlombaan menyanyi. Ia mendaftar diam-diam sebab takut dimarahi ayah sebab Tugeno Puspowidjojo menganggap menyanyi seperti ‘tukang nembang’.
Titiek kukuh maju ke festival mengikuti saran dan dorongan teman-teman. Titiek atau Soemarti disarankan mendaftar dengan mengubah nama menjadi Titiek Puspo, diambil dari nama panggilannya Titiek dan Puspo dari nama ayahnya, sebagai siasat agar tidak ketahuan ayahnya. Soemarti setuju lalu mengindonesiakan nama Puspo menjadi Puspa. Maka, lengkaplah nama baru Titiek Puspa sebuah nama beken yang di kemudian hari melegenda dalam jagat dunia musik pop Indonesia. Walau menghadapi saingan, kebanyakan murid SMA, Titiek yang masih duduk di bangku SMP berhasil keluar sebagai juara pertama.
Tahun 1954 Titiek kembali mengikuti lomba dan tampil sebagai juara kedua Bintang Radio RRI Semarang, jenis hiburan tingkat Jawa Tengah. Ia bangga sebab walau hanya juara dua, namun dengan meraih nilai tinggi Titiek berkesempatan tampil beradu kemampuan di tingkat nasional. Pada malam pemberian hadiah, berlangsung di Stadion Ikada, Gambir, Jakarta, tahun 1954, saat tampil di panggung Titiek didaulat oleh Sjaiful Bachri, pimpinan Orkes Simphony Djakarta menyanyikan lagi Chandra Buana, karya pahlawan nasional Ismail Marzuki.
Sebuah kebanggaan tersendiri mengingat biasanya hanya juara I yang boleh tampil pada ‘Malam Gembira’ seperti itu. Peristiwa ini sangat berpengaruh membentuk kepercayaan diri Titiek Puspa.
Keyakinan ‘Soemarti’ atau Titiek Puspa menjadi penyanyi, yang kemudian sejak tahun 1960 tercatat sebagai salah satu artis penyanyi pada Orkes Simphony Djakarta pimpinan Sjaiful Bachri, semakin tebal. Terlebih sang ayah Tugeno Puspowidjojo, sesaat sebelum meninggal dunia dalam pelukan Titiek memanfaatkan waktu terakhir menyampaikan permintaan maaf atas sikap menentang Titiek terjun dalam dunia tarik suara.
Di tahun 1955 untuk pertamakali Titiek melakukan rekaman di Semarang, Jawa Tengah, di perusahaan rekaman negara Lokananta. Setahun kemudian Titiek kembali masuk dapur rekaman di perusahaan rekaman Irama, dengan satu lagu Melayu. Berselang beberapa tahun kemudian, tahun 1959, Titiek melakukan rekaman yang ketiga.
Rekaman kedua dan ketiga dilakukan di Jakarta bersamaan dengan kegiatan Titiek mengikuti festival Bintang Radio, sebuah obsesi kuat dan sudah berkali-kali dicoba namun sayang kemenangan selalu gagal diraih. Pada masa itu menjadi juara Bintang Radio adalah impian setiap artis pendatang baru sebab gaungnya sangat berpengaruh dalam dunia musik, sebagai batu loncatan untuk dikenal masyarakat luas.
‘Gagal’ membangun jalur keartisan lewat Bintang Radio, Titiek banting setir manggung dari satu panggung ke panggung lain, mengasah diri menjadi entertainer komplit. Ia mengisi panggung hiburan bersama beberapa grup musik seperti White Satin, Zaenal Combo, atau Gumarang. Dunia musik hiburan mengalami efek bola salju berkat kemahiran bernyanyi wanita Jawa kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, ini.
Titiek Puspa adalah artis penyanyi, pencipta lagu, bintang film, dan koreografer seni yang menjadi simbol awal bermulanya peri kehidupan kerlap-kerlip artis selebriti Indonesia. Titiek dahulu sering memposekan diri lewat saluran tunggal TVRI, menyuguhkan hiburan operet ‘Ketupat Lebaran’. Acara itu rutin setiap tiba hari raya Lebaran, demikian pula pada tahun baru muncul operet lain disuguhkan oleh Paguyuban Artis Penyanyi Ibukota (Papiko) pimpinan Titiek. Kedua hiburan bermutu itu pada masanya sangat ditunggu-tunggu pemirsa, layaknya oase hiburan di tengah kelangkaan tayangan siaran tv.
Papiko pada masanya sangat ampuh mengorbitkan artis-artis penyanyi pendatang baru. Bahkan, di zaman Orde Baru Papiko selalu digandeng organisasi massa sosial politik peserta pemilu Golongan Karya (Golkar), untuk menghibur masyarakat setiap kali musim Pemilihan Umum tiba. Titiek Puspa mempunyai keberuntungan lain selalu bisa dekat dengan penguasa. Di situ ia ‘menjual’ profesionalisme semata tanpa ada interes pribadi.
Di usia senja nan penuh energi dan vitalitas Titiek peraih penghargaan Pengabdian Panjang di Dunia Musik pada acara BASF Award ke-10 tahun 1994 lewat lagu Virus Cinta, masih dipercaya Ditjen Pajak Depkeu berkampanye tentang pentingnya kesadaran masyarakat membayar pajak. Ketika sudah muncul banyak penyanyi dan pencipta lagu muda berbakat, yang sudah teruji, Titiek masih memperoleh kepercayaan menciptakan lagu mars dan himne berbagai lembaga pemerintah. Titiek merelakan diri membuatkan lagu mars dan himne tanpa dibayar, namun itu semua dikerjakannya dengan senang hati.
Titiek sepertinya tidak pernah dan tak akan kehabisan gawean. Kabar tentangnya bisa saja tiba-tiba muncul, ia sudah menjadi juri berbagai ajang lomba dan festival, atau terjun ke Bundaran Hotel Indonesia berkampanye penanggulangan AIDS. Atau, seperti biasa saban hari usai menaruh kakinya di atas tempat tidur, tiba-tiba muncul keinginan menulis lagu. Lagu tentang apa saja sepanjang bercerita tentang cinta manusia dan kemanusiaan, koridor pokok tema lagu ciptaan Titiek. Koridor yang muncul karena Tuhan telah memberikan cinta kepada manusia walau, apa yang dilihat dan didengar oleh Titiek, justru keadaan yang semakin diliputi iri dan penuh kekerasan serta kesenangan manusia mencari kekurangan orang.
Nama: Titiek Puspa
Nama Kecil:Soedarwati, Kadarwati, dan Soemarti
Lahir:Tanjung, Kalimantan Selatan, 1 November 1937
Agama:Islam
Suami:Mus Mualim
Anak:
Petty dan Ella
Cucu:
14 orang
Ayah:
Tugeno Puspowidjojo
Ibu:
Siti Mariam
Saudara:
-12 Orang
Pendidikan:
-SD
-SMP
-Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak
Profesi:
Penyanyi, pencipta lagu, koreografer seni, bintang iklan, dan bintang film.
Rekaman:
-Pertama tahun 1955, di Semarang, Jawa Tengah, di Lokananta
-Kedua tahun 1956, di Jakarta, di Irama
-Ketiga tahun 1959, di Jakarta, di Irama
Organisasi Profesi:
-Orkes Simphony Djakarta (OSD), pimpinan Sjaiful Bachri, sebagai anggota
-Paguyuban Artis Pop Ibukota (Papiko), sebagai pimpinan
Grup Musik:
-White Satin
-Zaenal Combo
-Gumarang
Karya Cipta Musik:
-Pertama, Kisah Hidup (1963)
-Kedua, Mama (1964)
Hit lagu terkenal:
-Kisah Hidup (1963)
-Mama (1964)
-Minah Gadis Dusun (1965)
-Gang Kelinci
-Romo Ono Maling
-Rindu Setengah Mati
-Adinda
-Cinta
-Jatuh Cinta
-Bing (1973)
-Kupu-kupu Malam
-Pantang Mundur
-Ayah
-Adinda
-Marilah ke Mari
-Buruk Kakaktua
-Bapak Pembangunan
-Apanya Dong (1982)
-Horas Kasih (1983)
-Virus Cinta (1994)
Film yang dibintangi:
-Minah Gadis Dusun (1965),
-Di Balik Cahaya Gemerlapan, (1976)
-Inem Pelayan Sexy (1976),
-Karminem (1977),
-Rojali dan Juhela (1980)
-Gadis (1981)
-Koboi Sutra Ungu (1982)
Penghargaan :
-1954: Juara II Bintang Radio Jenis Hiburan tingkat Jawa Tengah, RRI Semarang
-1984: Penghargaan Bronze Prize lewat lagu Horas Kasih pada The World Song Festival in America di Los Angeles, tahun 1984
-1994: Penghargaan untuk untuk kategori “Pengabdian Panjang di Dunia Musik” pada BASF Award ke-10 tahun 1994
Alamat Rumah:
Jalan Sukabumi 23, Menteng, Jakarta Pusat
Titiek Puspa ketika kecil saat masih bernama Soemarti, berdua bersama seorang dari 11 saudara kandung lainnya, suka sekali bernyanyi. Mereka sering nembang musik kesenian tradisional Jawa. Ketika duduk di bangku SMP tahun 1954, Titiek, putri pasangan ayah Tugeno Puspowidjojo seorang mantri kesehatan, dan ibu Siti Mariam, mengikuti perlombaan menyanyi. Ia mendaftar diam-diam sebab takut dimarahi ayah sebab Tugeno Puspowidjojo menganggap menyanyi seperti ‘tukang nembang’.
Titiek kukuh maju ke festival mengikuti saran dan dorongan teman-teman. Titiek atau Soemarti disarankan mendaftar dengan mengubah nama menjadi Titiek Puspo, diambil dari nama panggilannya Titiek dan Puspo dari nama ayahnya, sebagai siasat agar tidak ketahuan ayahnya. Soemarti setuju lalu mengindonesiakan nama Puspo menjadi Puspa. Maka, lengkaplah nama baru Titiek Puspa sebuah nama beken yang di kemudian hari melegenda dalam jagat dunia musik pop Indonesia. Walau menghadapi saingan, kebanyakan murid SMA, Titiek yang masih duduk di bangku SMP berhasil keluar sebagai juara pertama.
Tahun 1954 Titiek kembali mengikuti lomba dan tampil sebagai juara kedua Bintang Radio RRI Semarang, jenis hiburan tingkat Jawa Tengah. Ia bangga sebab walau hanya juara dua, namun dengan meraih nilai tinggi Titiek berkesempatan tampil beradu kemampuan di tingkat nasional. Pada malam pemberian hadiah, berlangsung di Stadion Ikada, Gambir, Jakarta, tahun 1954, saat tampil di panggung Titiek didaulat oleh Sjaiful Bachri, pimpinan Orkes Simphony Djakarta menyanyikan lagi Chandra Buana, karya pahlawan nasional Ismail Marzuki.
Sebuah kebanggaan tersendiri mengingat biasanya hanya juara I yang boleh tampil pada ‘Malam Gembira’ seperti itu. Peristiwa ini sangat berpengaruh membentuk kepercayaan diri Titiek Puspa.
Keyakinan ‘Soemarti’ atau Titiek Puspa menjadi penyanyi, yang kemudian sejak tahun 1960 tercatat sebagai salah satu artis penyanyi pada Orkes Simphony Djakarta pimpinan Sjaiful Bachri, semakin tebal. Terlebih sang ayah Tugeno Puspowidjojo, sesaat sebelum meninggal dunia dalam pelukan Titiek memanfaatkan waktu terakhir menyampaikan permintaan maaf atas sikap menentang Titiek terjun dalam dunia tarik suara.
Di tahun 1955 untuk pertamakali Titiek melakukan rekaman di Semarang, Jawa Tengah, di perusahaan rekaman negara Lokananta. Setahun kemudian Titiek kembali masuk dapur rekaman di perusahaan rekaman Irama, dengan satu lagu Melayu. Berselang beberapa tahun kemudian, tahun 1959, Titiek melakukan rekaman yang ketiga.
Rekaman kedua dan ketiga dilakukan di Jakarta bersamaan dengan kegiatan Titiek mengikuti festival Bintang Radio, sebuah obsesi kuat dan sudah berkali-kali dicoba namun sayang kemenangan selalu gagal diraih. Pada masa itu menjadi juara Bintang Radio adalah impian setiap artis pendatang baru sebab gaungnya sangat berpengaruh dalam dunia musik, sebagai batu loncatan untuk dikenal masyarakat luas.
‘Gagal’ membangun jalur keartisan lewat Bintang Radio, Titiek banting setir manggung dari satu panggung ke panggung lain, mengasah diri menjadi entertainer komplit. Ia mengisi panggung hiburan bersama beberapa grup musik seperti White Satin, Zaenal Combo, atau Gumarang. Dunia musik hiburan mengalami efek bola salju berkat kemahiran bernyanyi wanita Jawa kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan, ini.
Titiek Puspa adalah artis penyanyi, pencipta lagu, bintang film, dan koreografer seni yang menjadi simbol awal bermulanya peri kehidupan kerlap-kerlip artis selebriti Indonesia. Titiek dahulu sering memposekan diri lewat saluran tunggal TVRI, menyuguhkan hiburan operet ‘Ketupat Lebaran’. Acara itu rutin setiap tiba hari raya Lebaran, demikian pula pada tahun baru muncul operet lain disuguhkan oleh Paguyuban Artis Penyanyi Ibukota (Papiko) pimpinan Titiek. Kedua hiburan bermutu itu pada masanya sangat ditunggu-tunggu pemirsa, layaknya oase hiburan di tengah kelangkaan tayangan siaran tv.
Papiko pada masanya sangat ampuh mengorbitkan artis-artis penyanyi pendatang baru. Bahkan, di zaman Orde Baru Papiko selalu digandeng organisasi massa sosial politik peserta pemilu Golongan Karya (Golkar), untuk menghibur masyarakat setiap kali musim Pemilihan Umum tiba. Titiek Puspa mempunyai keberuntungan lain selalu bisa dekat dengan penguasa. Di situ ia ‘menjual’ profesionalisme semata tanpa ada interes pribadi.
Di usia senja nan penuh energi dan vitalitas Titiek peraih penghargaan Pengabdian Panjang di Dunia Musik pada acara BASF Award ke-10 tahun 1994 lewat lagu Virus Cinta, masih dipercaya Ditjen Pajak Depkeu berkampanye tentang pentingnya kesadaran masyarakat membayar pajak. Ketika sudah muncul banyak penyanyi dan pencipta lagu muda berbakat, yang sudah teruji, Titiek masih memperoleh kepercayaan menciptakan lagu mars dan himne berbagai lembaga pemerintah. Titiek merelakan diri membuatkan lagu mars dan himne tanpa dibayar, namun itu semua dikerjakannya dengan senang hati.
Titiek sepertinya tidak pernah dan tak akan kehabisan gawean. Kabar tentangnya bisa saja tiba-tiba muncul, ia sudah menjadi juri berbagai ajang lomba dan festival, atau terjun ke Bundaran Hotel Indonesia berkampanye penanggulangan AIDS. Atau, seperti biasa saban hari usai menaruh kakinya di atas tempat tidur, tiba-tiba muncul keinginan menulis lagu. Lagu tentang apa saja sepanjang bercerita tentang cinta manusia dan kemanusiaan, koridor pokok tema lagu ciptaan Titiek. Koridor yang muncul karena Tuhan telah memberikan cinta kepada manusia walau, apa yang dilihat dan didengar oleh Titiek, justru keadaan yang semakin diliputi iri dan penuh kekerasan serta kesenangan manusia mencari kekurangan orang.
Nama: Titiek Puspa
Nama Kecil:Soedarwati, Kadarwati, dan Soemarti
Lahir:Tanjung, Kalimantan Selatan, 1 November 1937
Agama:Islam
Suami:Mus Mualim
Anak:
Petty dan Ella
Cucu:
14 orang
Ayah:
Tugeno Puspowidjojo
Ibu:
Siti Mariam
Saudara:
-12 Orang
Pendidikan:
-SD
-SMP
-Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak
Profesi:
Penyanyi, pencipta lagu, koreografer seni, bintang iklan, dan bintang film.
Rekaman:
-Pertama tahun 1955, di Semarang, Jawa Tengah, di Lokananta
-Kedua tahun 1956, di Jakarta, di Irama
-Ketiga tahun 1959, di Jakarta, di Irama
Organisasi Profesi:
-Orkes Simphony Djakarta (OSD), pimpinan Sjaiful Bachri, sebagai anggota
-Paguyuban Artis Pop Ibukota (Papiko), sebagai pimpinan
Grup Musik:
-White Satin
-Zaenal Combo
-Gumarang
Karya Cipta Musik:
-Pertama, Kisah Hidup (1963)
-Kedua, Mama (1964)
Hit lagu terkenal:
-Kisah Hidup (1963)
-Mama (1964)
-Minah Gadis Dusun (1965)
-Gang Kelinci
-Romo Ono Maling
-Rindu Setengah Mati
-Adinda
-Cinta
-Jatuh Cinta
-Bing (1973)
-Kupu-kupu Malam
-Pantang Mundur
-Ayah
-Adinda
-Marilah ke Mari
-Buruk Kakaktua
-Bapak Pembangunan
-Apanya Dong (1982)
-Horas Kasih (1983)
-Virus Cinta (1994)
Film yang dibintangi:
-Minah Gadis Dusun (1965),
-Di Balik Cahaya Gemerlapan, (1976)
-Inem Pelayan Sexy (1976),
-Karminem (1977),
-Rojali dan Juhela (1980)
-Gadis (1981)
-Koboi Sutra Ungu (1982)
Penghargaan :
-1954: Juara II Bintang Radio Jenis Hiburan tingkat Jawa Tengah, RRI Semarang
-1984: Penghargaan Bronze Prize lewat lagu Horas Kasih pada The World Song Festival in America di Los Angeles, tahun 1984
-1994: Penghargaan untuk untuk kategori “Pengabdian Panjang di Dunia Musik” pada BASF Award ke-10 tahun 1994
Alamat Rumah:
Jalan Sukabumi 23, Menteng, Jakarta Pusat